Sunday, April 29, 2012

Sebuah Cerita Lama

Ya ampun, dinihari ini aku membuka-buka draft tulisan di blog aku ini, dan menemukan posting yang belum selesai. Maka, pagi ini, aku memutuskan untuk menyelesaikan tulisan dari ingatan lamaku ini.

Cerita lama ini, sudah terbagi dengan banyak orang dalam hidupku, teman-teman SMP, SMA, dan beberapa teman kuliah juga. Apa yang aku alami di cerita ini sangat berperan penting (ehmm) dalam cerita kehidupanku selanjutnya. Iya, aku sendiri berpikir ulang, karena kejadian ini, inilah yang bisa membawaku ke hobiku di fisika dan komputer, dan juga secara tidak langsung sangat berperan membawa aku hingga sekarang ada di Paramadina.

Tepatnya sekitar 2064 hari yang lalu (kalau tidak salah hitung hehe), itu adalah hari Senin, 4 September 2006, sebuah awal dari minggu yang paling bersejarah dalam hidupku. Tulisan ini cukup panjang, semoga pembaca sekalian betah membacanya yaa.

--{o}--

Hari itu, aku pertama kali berkunjung ke Semarang, ibukota Jawa Tengah untuk mengikuti Olimpiade Sains Nasional V. Aku mewakili Bengkulu untuk bidang fisika. Itu adalah kali pertama. Berangkat dari Bengkulu pada siang hari, sampai di Semarang (setelah transit 1 kali ke Jakarta, dengan menaiki pesawat) sore harinya, kami para peserta dijemput dengan bus ke hotel. Kami akan tidur di Hotel Grand Candi Semarang. Sampai di sana hari sudah maghrib. Setelah makan malam dan registrasi, aku mendapatkan kamar nomor 723 yang berarti itu di lantai 7.

Hotel ini mewah. Suasana ruangannya menggunakan lampu kuning temaram. Ketika di kamar, untuk menghidupkan lampu saja menggunakan kartu. Haha :P norak ya. Karena aku waktu itu belum pernah melihat teknologi seperti itu. Maklum orang provinsi pedalaman yang datang.

Aku sekamar dengan 3 orang. Satu bernama Adi dari Kalimantan Timur, satu bernama Dika dari Jawa Timur dan satu lagi bernama Petra dari Jambi. Si Dika ini kemudian mendapatkan medali emas untuk Fisika. Kami bertiga adalah olimpian Fisika.

Yah, setelah perkenalan hangat, tidurlah kami berempat malam itu.

Esoknya, 5 September 2006 adalah pembukaan Olimpiade Sains Nasional. Acara itu dibuka oleh Jusuf Kalla. Hal yang paling berkesan dari pembukaan itu adalah paduan suaranya. Mereka menyanyikan Mars Olimpiade Sains Nasional dengan bagus sekali. Sampai sekarang aku masih ingat bagaimana mereka menyanyikannya.

Hari Ke-0, Latar Belakang Masalah

Selesai hari itu. Esoknya, 6 September 2006 adalah hari yang mulai mendebarkan. Kompetisi hari pertama. Hari itu soal teori, 4 soal, 1 soal listrik, 1 soal kinematika, 1 soal kalor, dan 1 lagi soal optik. Ya, dari 4 itu, aku berhasil mengerjakan 2. Lumayanlah.

Saat aku kembali ke bus, itu adalah saat pertama aku mulai memperhatikan tingkah laku teman-temanku dari berbagai provinsi. Kontingen Jakarta, aku ingat sekali, mereka paling heboh dan narsis. Setiap ada tim publikasi yang membawa foto atau video, mereka akan bergerak secara spontan menuju sumber publikasi biar difoto atau direkam, ckck. Kelakuan yang saat ini saat kuperhatikan teman-temanku memang juga begitu (aku kuliah di Jakarta sekarang).

Orang Sunda, mereka selalu mengelompok dengan bahasa yang sulit dimengerti. Well, kata-kata bahasa sunda selalu dihiasi dengan 2 huruf vokal yang berurutan, seperti 'eu'. Haha, masalah etnis. Lanjut. Orang Jawa, jelaslah. Sebutan khas untuk huruf 't', 'd', 'j' mereka kentara sekali.

Intinya adalah, mereka semua riuh, rame. Aku cuma satu-satunya kontingen fisika dari Bengkulu. Disela-sela perhatianku, ditengah keriuhan itu, aku memperhatikan seseorang..

Seseorang itu..

Ia pakai jilbab krem atau putih, berkacamata dengan frame kotak, orangnya putih, duduk tidak jauh dari kursiku. Ia dingin sekali, pendiam.Aku tidak pernah melihat perempuan seperti itu.

Ehm, mari melakukan flashback sebentar.

Aku (saat itu) menganggap bahwa yang namanya perempuan itu adalah makhluk yang mengganggu, annoying. Suara mereka cempreng, cerewet. Aku pernah punye beberapa pengalaman buruk bersama perempuan. Beberapa ada yang suka memainkan perasaan laki-laki. Jadi, aku kehilangan respek terhadap perempuan. Sangat tidak respek saat itu. Mungkin kejadian ini adalah teguran.

Ya, mulai saat itu, aku memperhatikan dia terus. Curi-curi pandang, untuk melihat, apa yang ia lakukan. Ia tidak memegang handphone, seperti yang lain. Orangnya cantik. Pertama, saat kuterka-terka, ia adalah orang Sunda.

Bodohnya aku adalah, aku tidak berani bertanya..

Mulai saat itulah, dimanapun aku berada, aku selalu memastikan, apakah dia ada disekitarku atau tidak. Jika ya, aku akan berusaha bergerak ke titik terdekat dari dia yang wajar, dan melakukan observasi. Jika tidak, aku berusaha menemukannya haha. Ya, begitulah. By the way, aku adalah penggemar berat Detektif Conan. Saking nge-fans-nya, aku sering meniru perilakunya. Ilmu yang aku dapatkan dari komik ini sangat berguna untuk 'penyelidikan' aku. :P

Kalau dipikir-pikir, mulai saat itu aku berubah menjadi penguntit atau stalker. Haha. Secara umum menjadi stalker adalah menyenangkan. Dan entah kenapa, aku merasa cukup berbakat untuk itu. Karena, (1) kehadiranku cenderung tidak disadari oleh orang lain, (2) aku suka menelusuri dan mencari kemungkinan-kemungkinan untuk menarik kesimpulan. Haha. Ya, lanjut.

Hari Pertama, Observasi

Aku belum mendapatkan informasi apapun. Aku hari itu bertemu dengannya saat makan malam. Ya, saat itu aku tidak kenal dia dan dia tidak kenal aku. Tidak ada koneksi apapun..

Hari Kedua, Observasi + Stalking

Esoknya, 7 September 2006 adalah hari tes praktikum. Itu asli sulit dilupakan. Percobaan pertama, uji gelas aqua kosong dan gelas aqua berisi air dibakar bawahnya. Mencoba menjelaskan kenapa yang diisi air kalau bawahnya dibakar, gelasnya (yang notabene plastik) tidak terbakar. Meleleh pun tidak. Hayo, kenapa bisa seperti itu? Well, saya tidak akan membahas soal tersebut di sini. :P

Ujicoba kedua adalah menentukan massa jenis gabungan. Kami diberi es, air, dan minyak. Ketiganya dicampurkan dalam satu wadah. Tentu, ada fenomena Hukum Archimedes di situ. Sialnya adalah, minyakku beku waktu itu. Intinya, aku tidak konsentrasi waktu itu. Dingin sekali AC-nya, ya ampun.

Percobaan ketiga pindah ruangan, yaitu mencari hambat jenis dari tembaga. Well, menyusun rangkaiannya saja aku tidak bisa sama sekali. Ya, buruk sekali hasil di hari itu.

Buruknya lagi, aku tidak bertemu dengan siapapun yang aku kenal waktu berada di tempat tes itu. Jadi aku makan sendiri, ke bus sendiri, dan duduk sendiri. Hh. Hari yang sangat buruk.

Hari begitu buruk, tapi tidak juga, karena aku punya pekerjaan lain bukan? Aku masih melakukan observasi.

Misi pertamaku adalah: menemukan nama gadis itu. Aku kemudian mulai menyusun kira-kira bagaimana aku bisa mendapatkan informasi.

Nah, ini dia. Setiap peserta diberikan tanda pengenal yang dikalungkan. Informasi di pengenal itu adalah Nama, Sekolah, Asal Provinsi, dan Bidang Studi. Kalau aku bisa melihat tanda pengenal miliknya aku akan dapat banyak informasi.

Dan ternyata..

Sumpah ya, aku selalu mencuri kesempatan untuk membaca kartu itu dan tidak pernah berhasil! Hari itu setelah kuperhatikan, dia selalu duduk di bus dengan seorang yang sama, seorang perempuan. Justru malah teman sebelahnya itu yang sempat kubaca tanda pengenalnya, dia dari Jawa Tengah. -_-

Pulang dari praktikum hari itu, kami tidak langsung ke hotel. Kami dimampirkan pada bazaar yang digelar oleh Depdiknas setempat. Pameran sains sekaligus bazaar buku.

Malam harinya adalah malam keakraban. Setiap orang dikumpulkan berdasarkan provinsi dan kemudian akan diberikan games. Masih juga, aku tahu dia di kelompok yang mana, tapi aku tidak tahu itu provinsi apa. -_-

Hari Ketiga, Observasi + Stalking * Analisa

Esoknya, Jum'at 8 September 2006. Hari itu adalah hari wisata. Pagi itu, kami berangkat ke SMA Taruna Nusantara di Magelang Jawa Tengah. Kami berada di sana sampai Dzuhur. Setelah shalat Jum'at, perjalanan dilanjutkan menuju Candi Borobudur.

Nah, di tempat ini, layaknya wisatawan, kami dalam satu bus dibagi menjadi beberapa kelompok, dan, aku satu kelompok dengan dia waktu itu (sekali lagi, aku tidak tahu namanya). Berangkatlah kami menaiki tangga, melintasi bagian-bagian candi, melihat-lihat arca, dan mendengarkan penjelasan tentang filosofinya dari seorang tour guider.

Setelah beberapa lama, pada suatu waktu, aku terlalu serius melihat satu arca, dan akhirnya aku ditinggalkan oleh anggota kelompok. -_-

Saat itu aku tidak bisa menemukan mereka, entah di mana mereka melanjutkan perjalanan. Logikaku saat itu adalah, mereka pasti akan terus naik sampai ke tempat tertinggi. Hal itulah yang aku lakukan. Sesampainya di atas, aku menunggu tanda-tanda kemunculan mereka. Hh, dan ternyata mereka tidak kunjung muncul.

Beruntungnya aku bertemu dengan rombongan teman-teman dari Bengkulu. Akhirnya aku turun dan kembali ke bus bersama mereka. Saat itu sudah sore, dan untuk mencapai tempat parkir kami harus melewati pasar yang jalannya berkelok-kelok.

Aku ingat betul, saat itu ada mas-mas menawarkan aku patung-patung dan miniatur Candi Borobudur. Pertamanya, dia bilang bahwa harganya adalah 100rb untuk 3 buah patung, dan itu sudah diskon. Karena aku tidak tertarik maka mas-mas ini aku acuhkan saja, tetapi ternyata dia tidak kunjung meninggalkan aku. Sampai akhirnya, dia terus menurunkan harganya. Dan akhirnya, you know what? akhirnya dia bilang, "ya udah deh mas, ambil satu patung aja, untuk mas 10rb". Apaa? Seharusnya, untuk mendapatkan ketiga patung itu cukup dengan 3 x 10rb = 30rb dan itu pasti seharusnya masih bisa ditawar. Tidak banyak pedagang jujur di muka bumi ini ternyata.

Sebentar, agak mundur sedikit. Sebelum aku dikejar mas-mas itu, ternyata di tengah jalan aku bertemu dengan dia (ehm) dan teman yang selalu duduk di samping dia saat di bus. Jadi, kami berjalan bersama menuju bus. Satu-satunya dan kalimat pertama yang aku dengar juga akhirnya dari dia adalah, "Kamu tadi ke mana?", dan aku lupa saat itu menjawab apa ke dia, tapi perasaan dag dig dug der sekali mengobrol yang cuma sekilas itu. Di perjalanan menuju parkiran kami cuma membisu.

Akhirnya sampailah di parkiran bus, dan, ya ampun.. Parkirannya salah. Bus-bus di situ adalah bus-bus untuk anak SMA. Bingunglah kami, dan akhirnya kami bertanya ke mana kami harus berjalan untuk mencari bus fisika SMP. Kami barengan lagi setelah itu bertiga, dan akhirnya sampai ke bus. Panik sekali kami waktu itu karena takut ketinggalan, dan memang lokasi hotel untuk tiap mata pelajaran itu berbeda. Ternyata, bahkan ketika aku sudah sampai, aku masih sempat shalat ashar dulu dan bus-nya belum berangkat.

Ngomong-ngomong, kenapa tidak aku manfaatkan kesempatan waktu berjalan itu untuk kenalan? Ah, sudahlah..

Malam itu, kontingen-kontingen olimpiade punya acara terakhir yaitu rekreasi di Taman Wonderia Semarang. Mirip seperti dufan, tapi dengan versi yang lebih minimalis. Malam itu ada Letto yang menjadi pengisi acaranya. Susah untuk dilupakan. Saat itu aku sering merasakan ngilu di sekitar dada. Entahlah ada apa, tapi rasa ngilunya itu semakin timbul ketika aku ingat bahwa hari-hari menyenangkan ini akan berakhir esok paginya.

Larut malamnya saat sampai di hotel, kebetulan aku satu lift dengan dia. Malam itu aku baru tahu, bahwa ternyata dia menginap di lantai 8.

Aku benar-benar bingung. Aku hanya ingin tahu namanya saja padahal, susahnya minta ampun. Salah sendiri sih, gak nanya soalnya.

Malam itu aku masih melakukan penyelidikan. Jadi, di lantai dasar itu ada papan yang berisi nama peserta dari seluruh Indonesia plus nomor kamar tempat mereka menginap. Malam itu, aku tidak bisa tidur, dan kemudian turun ke lantai dasar. Aku mencatat semua nama yang berasal dari lantai 8 yang kira-kira jenis kelaminnya perempuan. Ada banyak ternyata. Aku merenungkan daftar nama dan nomor kamar itu, tapi semakin bingunglah aku. Malam itu tidak ada petunjuk tambahan sama sekali, sehingga aku tidak bisa menarik deduksi di kamar mana dia menginap dan siapa namanya. -_-

Hari (Terakhir) Keempat, Final Stalking + Penarikan Kesimpulan

Keesokan harinya, Sabtu 9 September 2006, adalah hari kepulangan peserta. Pikiranku sangat kusut saat itu mengingat hal ini, ya ampun. Aku masih berusaha melakukan stalking dan hari ini adalah yang paling intensif.

Aku bangun pagi dan langsung siaga berusaha ada di titik terdekat yang wajar dengan dia. Aku berhasil menemukan dia di antara banyak kerumunan peserta yang lain. Dia didampingi beberapa teman-teman dan guru pembimbingnya, dengan jaket coklat muda, dan jilbab biru muda yang seperti biasa aku lihat.

Pagi itu, ada pengambilan piagam peserta. Aku juga ikut tentunya. Sambil menjaga jarak, kebetulan aku berada di meja tempat piagam ditaruh. Kesempatan yang sangat bagus, karena mataku bisa melihat nama yang tercetak di piagam itu. Pada setiap piagam, ada pasfoto 3 x 4 berwarna dari pemilik piagam itu. Fokusku hanya ke foto di tiap piagam itu, satu-satunya media identifikasi untuk 'penyelidikan' aku ini.

Mataku sudah demikian fokus ke foto. Jadi, untuk mengambil piagam, peserta yang mau mengambil akan datang dan kemudian panitia akan mencarikan piagamnya di tumpukan piagam itu. Aku sudah berkonsentrasi penuh dan ketika giliran dia, aku sudah fokus ke piagam. Dan, tiba-tiba muncullah foto dia. Aku kalau ingat ini rasanya kok bodoh sekali ya. Bayangkan, aku seharusnya hanya menggunakan sepersekian detik untuk melihat foto dia, dan detik lanjutnya, aku harus menggunakan waktu yang tersisa untuk membaca namanya.

Lalu bagaimana kenyataannya?

Semua detik habis hanya untuk identifikasi foto, karena, ketika aku menemukan fotonya, mataku tidak bisa mendelik untuk melihat namanya. Seperti terpaku gitu. Masya Allah. -_-

Kesempatanku sudah habis. Piagam itu adalah kesempatan terakhir. Peserta sudah tidak menggunakan tanda pengenal lagi. Aku hanya bisa menunggu detik-detik kepergian dia dari hotel..

Ternyata, ada takdir lain yang Allah siapkan. Saat itu aku menunggu di pintu terdekat di luar, karena rombongan mereka akan segera pergi tampaknya. Aku dengan muka sedikit kusut hanya berjarak sekitar 2 meter dari rombongan mereka.

Rombongan provinsi mereka, terdiri dari beberapa ibu-ibu pendamping (seingatku 2) dan beberapa peserta anak-anak SMP. Saat  itu aku tidak melihat dia di rombongannya. Mungkin ia sedang pergi ke kamar mandi atau ke tempat lain. Tiba-tiba, aku mendengar salah satu ibu pendamping bertanya ke anak-anak di rombongan tersebut, "Nak, Jannah mana?" tanya beliau. Salah satu dari mereka menjawab, "Itu bu, lagi duduk di depan air mancur."

Mataku langsung melirik ke depan air mancur yang merupakan ornamen di dalam hotel, dan saat itu, ternyata, dia, orang yang aku kuntit selama ini, sedang duduk manis di depan air mancur, melihat air yang muncrat-muncrat itu.

Dalam sepersekian detik aku memproses ingatanku, dan memang, aku cukup cepat mengingat sesuatu yang relatif kurang penting seperti nomor handphone orang, atau sekumpulan nama orang, dan hal-hal serupa. Aku ingat bahwa salah satu peserta yang ada di bus yang sama denganku bernama Lailatul Jannah.

Kabut tebal di kepalaku seakan terbuka waktu itu. :)

Ya, namanya Lailatul Jannah. Dalam Bahasa Indonesia, jika diartikan, maknanya kurang lebih adalah "Malam di Surga".

Haha, ya ampun. Ini sesuatu yang sangat aku tidak bayangkan sama sekali. Akhirnya pencarian selama ini ada hasilnya, walaupun dipenghujung.

Tak lama kemudian, datanglah sebuah Bus Damri, yang sepertinya memang khusus dipersiapkan untuk ke Bandara. Rombongan mereka kemudian memuat barang bawaan mereka ke bus tersebut dan berangkat.

Detik itu aku ingat, seperti rasa biasa perpisahan. Seperti ada sesuatu yang mendesak keluar, suatu perasaan tidak ingin meninggalkan tempat di mana waktu-waktu telah berjalan dengan menyenangkan. Saat itu gumamku, "Mungkinkah kita bisa bertemu lagi?"

--{o}--

Eits, cerita ini belum selesai. Bagaimana pengalaman ini mengubah hidup aku? Silakan baca di posting selanjutnya, yang berjudul Hikmah dari Sebuah Cerita Lama. :)

N.b. jangan sampai gak baca lanjutannya lho. :P

No comments:

Post a Comment

 
;