Sunday, March 20, 2011 0 comments

Memori...

Terkadang ia menyakitkan untuk dikenang.
Karena ia menyusun kejadian buruk di masa lalu
Namun ia adalah bit-bit berharga,
bit-bit yang menyimpan ingatan, yang mengajarkan sesuatu.

Tapi ia juga menyimpan kenangan manis.
Hanya saja, kenangan manis itu hanya di awal.
Karena waktu menggerogotinya,
menjadi butir-butir sakit kenangan lama.

Lupakanlah, maka hidup menjadi hampa.
Peliharalah, tapi..
dunia ini tidak kekal.
Apa yang kausimpan bisa jadi telah mati...
mati menjadi ingatan sedih.

Tetapi tidak, jangan lupakan!
Karena ia adalah pelajaran,
pelajaran hidup yang mengajarkan
bahwa aliran waktu sangat berarti.

Ia boleh lewat dan telah lalu,
tapi aku terus akan maju,
menjadi diriku yang baru.
Friday, March 18, 2011 0 comments

Dilema Idealis

Menjadi orang yang idealis adalah sebuah penderitaan tersendiri. Aku sendiri yang nyaris tergolong kesitu merasakan dampaknya secara umum: ingin bekerja sendiri, tidak percaya dengan orang lain, ingin semuanya perfect...

Baguskah yang seperti ini?

Tidak juga.

Menjadi idealis tidak apa-apa, jika seseorang memang mampu menjadi idealis. Masalahnya adalah, ketika ada orang yang menjadi idealis tapi memiliki derajat motivasi yang rendah, ia akan stres sendiri.

Contoh simple saja. Anggap ada sebuah kelompok dengan beberapa anggota yang salah satu anggotanya adalah orang idealis. Setiap anggota kelompok mendapatkan jatah kerja sendiri-sendiri, berbagi tugas. Biasanya sang idealis adalah leader-nya.

Akhirnya, di akhir waktu, sang leader mendapatkan hasil kerja teman-temannya. Tibalah pada proses editing tugas.

Percaya atau tidak, sang idealis biasanya merasa ada banyak yang tidak sesuai dengan pemikirannya dan kemudian mengedit seluruh tugas itu sendirian.

Sulit....

Sedangkan, kalau bekerja perseorangan, ketika mengerjakan suatu project misalnya, biasanya sang idealis akan berpikir keras. Ia ingin menciptakan sesuatu yang sempurna, berbeda, dan menarik.

Tapi, terkadang hal itu tidak tercapai. Ia malah tidak mengerjakan apa-apa.

Jadi, baguskah idealis?

Bagus, hanya saja butuh motivasi ekstra untuk menjaga agar ide selalu cemerlang dan tidak malas. Itu resiko, orang yang idealis banyak perannya. Tapi, pada peranan yang salah, ia pula yang merusak segalanya.

Ya, brainstorming di pagi hari yang cerah ini.
Sunday, March 13, 2011 0 comments

Antara Patung Pancoran dan JCC Senayan

Mungkin ini waktunya belajar untuk berani pergi-pergi. Huff, sebenarnya aku adalah orang yang takut bepergian. Entah kenapa premis ini udah ada di mind-set ku: berangkat itu mudah, tapi pulangnya, belum tentu.

Dan kemarin adalah pengalaman yang cukup menarik.

Beberapa hari yang lalu, laptopku rusak. Harddisk-nya kayaknya tergores. Itu rasanya mau mati bener sumpah deh. Sekarang bayangkan, karya-karya, tugas-tugas, program komputer, semuanya ada di laptopku. Mungkin ada sekitar 180 GB data terancam hilang.

Berkat bantuan dari flashdisk-ku yang dimodifikasi, Alhamdulillah, datanya bisa diselamatkan, walaupun hanya sepertiganya.

Karena kejadian itu, aku berencana untuk membeli harddisk eksternal, untuk mam-backup data.

Nah, alkisah, di Jakarta Convention Center Senayan, sedang diadakan Mega Bazaar Computer, dari tanggal 9 - 13 Maret. Harga barang-barang yang related dengan komputer harganya sedang turun.

Nggak tahu kenapa ya, rencana untuk pergi ke situ sudah muncul bahkan sejak pertengahan Februari, tapi tidak pernah ada waktu (dan teman. Aku nggak tahu lokasi JCC itu di mana).

Hingga tadi malam, akhirnya aku dapat teman untuk ke sana.Tapi waktunya mepet sekali. Tadi malam, tanggal 12 Maret (berarti 1 hari sebelum hari akhir pameran), setelah latihan Paramadina Choir pukul 18.00 kemarin sore, salah satu kakak angkatanku Kak Syir, berencana untuk ke sana. Dia berencana bertemu dengan temannya di situ.

Bukankah ini kesempatan bagus? Aku dapat teman. Tapi...

Saat itu aku bingung, waktu sudah menunjukkan jam 19.00. Berangkat nggak ya, berangkat nggak ya, itu terus yang jadi masalah. Mungkin ada 20 menitan untuk memutuskan bahwa aku jadi ikut. Ya, dalam kondisi seperti ini, kemampuan filsafatku keluar. Teman-temanku bilang, aku ini kebanyakan mikir. Ya, sekedar ngambil keputusan untuk ikut saja setengah mati, hahaha.

Konflik batinku waktu itu, ya, aku berangkat ke sana ada temannya. Tapi, pulangnya? Naik apa? Berhenti di mana? Aku nggak tahu. Ini Jakarta, bukan kota asalku Bengkulu. Tersesat di Bengkulu dengan bekal jalan kaki aja cukup, tapi di Jakarta. Oh, no.

Tapi, kalau aku tidak berangkat malam ini, aku nggak bakalan dapat kesempatan besoknya (hari ini). Karena jadwalku cukup padat. Hari Senin ada kuis, aku harus belajar. Oh, tidak, berangkat nggak ya...

Akhirnya, keputusannya adalah: berangkat. Setelah lewat diskusi alot dengan Kak Syir di depan kampusku (Universitas Paramadina) di iringi dengan burung merpati tak bertuan yang mendarat di tengah jalan. Eh, tunggu, ini cerita lain.

Burung merpati itu aneh, mendarat di tengah jalan Gatot Subroto yang ramai. Alhasil, ada sedikit kemacetan di situ. Mana tega orang ngelindes burung yang tak berdosa. Anehnya, burungnya bandel, dia sudah ditendang oleh salah satu pengendara motor tapi tidak terbang, hahaha.

Jinak-jinak, merpati.

Oke, lanjut ke cerita semula. Akhirnya berangkatlah aku ke JCC sekitar jam 19.30an ditemani beliau.

Naik kopaja 66, topik pembicaraan yang menjadi fokus utama pembicaraan kami waktu itu adalah, "nanti pulangnya aku dari mana kak? ... terus turunnya di mana? ... oh, di simpang kuningan, naik 66? ... yang dekat kampus itu kan kak?" hahaha. Too many question and confirmation. Mungkin pusing Kak Syir waktu itu jawab pertanyaan-pertanyaanku yang relatif tidak penting, hahaha. Ya, sekarang aku bisa ketawa nulis ini, tapi kalau ingat kemarin, aduh. Pokoknya bismillah aja deh berangkat itu.

Akhirnya berhenti di depan GBK. Jalanlah dari situ. Kami tiba di JCC sekitar jam 8an. Waw, tinggal 1 jam. Pukul 9 pameran ditutup.

Ya, kaki sudah agak letih, and there is no chair available. Masuk ke JCC, suasana cukup ramai. Pertama masuk yang kelihatan jajaan-jajaan laptop. Aku cari harddisk eksternal. Oke, dengan feeling, bergeraklah kami ke kanan gedung itu. Ternyata bukan tempat jual aksesoris komputer, tapi tempat jualan aksesoris kamera. Oke salah jalan.

Waktu tinggal 1 jam, dan keperluan yang kucari bahkan posisinya tidak tahu. Nah, samar-samar terlihatlah simbol huruf i di dalam lingkaran. Alhamdulillah, pusat informasi.

Aku bertanya tentang tempat penjualan aksesoris komputer. Kata mbak-mbak di situ, "Oh, mungkin di hall b mas, tapi coba cek di plenary hall dulu, soalnya lebih dekat". Oke, jalanlah kami ke situ. Ternyata plenary hall bukanlah tempat orang jualan harddisk eksternal. Oh Tuhan, keluarlah kami dari hall itu dan sampai di sebuah lorong.

Wah, ini harus ke mana...

Oh, syukurnya di situ ada peta, touch screen. Untunglah, tapi masalah pada peta itu adalah, arah di peta itu tidak jelas. Kami tidak tahu kami sedang menghadap arah mana. Ya, dengan rundingan dan feeling, lalu kami cari jalan yang benar.

Lurus, belok kanan, samar-samar ada tulisan merk harddisk yang aku kenal. Ternyata ya, Alhamdulillah. Oke, harganya sudah tahu, dan aku baru ingat, aku belum mengambil uang, dan tadi di pusat informasi aku tidak tanya di mana posisi ATM.

Wah gimana ini.. bingung sumpah. Udah jauh-jauh, mengorbankan keselamatan diri malam-malam, dan pulang dengan tangan hampa, wah itu bukan rencana. Kak Syir kuminta tinggal di tempat itu, dan aku kembali ke pusat informasi. Berbekal ingatanku tentang peta di koridor tadi, dan sedikit keberuntungan aku berjalan ke sana secepat-cepatnya.

Alhamdulillah, tempat pusat informasi itu ketemu. Setelah agak ngos-ngosan, dan nabrak-nabrak serta menginjak kaki orang, aku tanya ke mbak-mbak disitu, "Di sini ada ATM gak mbak?", jawabnya, "ATM Bersama mas?" tanya mbak itu. Wak, keringat dingin mengucur, aku bilang, "Bukan mbak, ATM BCA", dan mbak itu jawab, "nggak ada mas..."

jelegeerrrr, jelegeerrr. Oh, tidak...

Kembalilah aku, eh di jalan baru terpikir, kenapa aku gak tanya di tempat jual harddisk tadi bisa debit atau tidak? Oh, bodoh, sudah jauh-jauh kenapa tidak aku tanya. Kalau aku tanya dulu bisa pakai debit atau tidak masalah beres sampai di situ.

Kembali ke tempat itu, dan aku tanya dengan deg-degan, "Mas, di sini bisa debit?", jawab mas itu, "Kalo BCA bisa mas." Oh, Alhamdulillah.

Oke, ambil nota, minta barang yang mau ku beli, harddisk eksternal 320 GB, antri di kasir, dan selesai Alhamdulillah. Dapat mug pula, lumayanlah.

Ya, selesai urusanku di situ, tinggal tanggung jawabku lagi. Gantian, aku yang menemani Kak Syir. Dia menunggu temannya. Sambil menunggu kami keluar dari pameran itu, keluar dari gedung JCC, dan masalah selanjutnya muncul.

Di mana ini? Ini bukan pintu masuk tadi.

Astaghfirullah, tiket hanya berlaku satu kali dan kami telah keluar. Masuk lagi dan mencari jalan keluar yang lain bukan hal yang bisa dilakukan. Ya, setelah bertanya ke satpam, kami mengitari gedung itu.

Well, waktu sudah menunjukkan sekitar 20.50, dan kami belum duduk. Setidaknya misiku sudah accomplished, tapi yang Kak Syir belum. Aku nggak enak.

Setelah mengitari gedung itu, masalah lain muncul. Ini bukan jalan yang kami harapkan. Ini di pintu keluar karyawan.

Oh, tidak....

Kaki sudah mau copot (malah nggak bawa obeng untuk ngencengin baut di lutut). Ya sudahlah, Kak Syir tinggal yang harus melakukan konsolidasi dengan temannya. Aku tinggal pulang....

Oh, astaghfirullah.. Pulang lewat mana?

Waktu sebelum sampai ke situ, aku seharusnya naik kopaja 66 untuk pulang ke dekat kampus. Tapi, ini bukan gerbang tadi. Posisinya beda, bagaimana ini? Di luar gerbang itu ada halte busway JCC Senayan.

"Udah, naik busway aja, lebih aman" kata Kak Syir, tapi aku bingung. Aku nggak tahu trayeknya. "Aduh, gampang, nanti arah sana tu udah Gatot Subroto, berhenti di halte Tegal Parang", kata Kak Syir. Ya, asal dekat kampus aku bisa mencari jalan pulang.

Ya, setelah diusir satpam, karena kami duduk di depan pos satpam haha, sinyal untuk cepat-cepat pulang, walaupun aku gak enak, aku merasa tanggung jawabku belum selesai, sedangkan busway hanya sampai pukul 22.00, waktu sudah menunjukkan 21.20, waswas sudah pasti.

Ya, aku gak tahu jalan lain untuk pulang. Terpaksa aku pulang duluan.

Ternyata, JCC dan kampusku itu tidak terlalu jauh, ya ampun. Kalau naik busway tinggal lurus, tanpa transit.

Peta dari Patung Pancoran (Kampus Paramadina hanya sekitar 500 m dari situ) ke Jakarta Convention Center, garis biru adalah jalurnya, lihat antara titik A dan B. (klik untuk memperbesar)


Ya, hikmah pengalamanku tadi malam adalah sering-sering buka Google Maps, coba-cobalah untuk pergi-pergi, tapi tetap hati-hati.

Dan aku sampai di rumah sekitar pukul 22.00 lewat, dengan kaki nyaris copot. Sudah duduk cuma 10 menit sebelum diusir satpam dan di busway tidak dapat tempat duduk. Berarti waktu berdiri mungkin ada 2 jam. Dan dari Halte Busway Tegal Parang ke tempat tinggalku di dekat kampus itu harus ditempuh jalan kaki 15 menit. Lemas sudah pasti.

Oke, bagaimana nasib orang yang menemaniku?

Kak Syir tidak jadi ketemu temannya, dan pulang sendiri akhirnya.

Hadeh, perjalananku yang sebenarnya dekat sekali mengorbankan orang lain. Ini akibatnya kalau kebanyakan mikir, tapi tidak efisien. Seharusnya waktu gerak di JCC lebih cepat kalau aku bisa berpikir sistematis.

Ya, terima kasih banyak buat Kak Syir, ada pelajaran juga yang aku dapat tadi malam.

Jadi, barangkali, persingkat waktu berpikir, berpikir sistematis dan efisien penting untuk menghindari kejadian yang sama. Dan jangan malu bertanya, karena malu bertanya, jalan-jalan deh alias nyasar.
 
;