Thursday, August 1, 2013

Gula, Air dan Bejana



Perasaan cinta itu barangkali seperti gula,
dan waktu itu adalah air. Sedangkan, hidup adalah bejana.

Pada awalnya, akan ada sejumlah gula di dasar bejana.
Bejana itu kemudian akan diisi air, terus, terus dan terus.

Pada awalnya, tentu saja air itu akan manis, karena ada gula larut di dalamnya.

Namun seiring dengan dituangkannya air, terus, terus, dan terus mengisi bejana, kadar kemanisannya akan berkurang.

Tetapi itu tergantung, tergantung apakah akan ada butir-butir gula lagi yang juga ikut dituangkan ke dalam bejana tersebut setelahnya.

Pada suatu saat, air itu akan penuh mengisi bejana. Maka saat itulah, tidak mungkin ada gula lagi, ataupun tambahan zat apapun ke dalam bejana, karena airnya pasti akan tumpah.

Mungkin seperti itu pula hidup.

Perasaan cinta di awal pertemuan adalah sesuatu yang besar dan membuncah-buncah.

Namun seiring berjalannya waktu, perasaan cinta bisa pudar jika tidak terawat.

Karena itulah, menjaga perasaan cinta merupakan sesuatu yang harus dilakukan dengan teguh. Tanpa keteguhan memeliharanya, suatu saat cinta itu larut dengan waktu.

Sedangkan, hidup itu ada batas waktunya. Saat kematian datang, semua perasaan yang ada akan berubah menjadi kenangan saja.

Waktu mungkin akan tetap bergulir, tetapi hidup tidak selamanya bergulir. Saat itu tiba, entahlah, apakah Tuhan akan mengizinkan butir-butir gula itu bersemi lagi nanti di hari yang abadi.

Jika ia bersemi lagi nanti, tentu saja berarti, perasaan cinta itu diridhoi olehNya.

-- {o} --

Tidak hanya gula yang dituangkan ke bejana. Kadang ada garam, kadang ada pasir atau batu, yang membuat air itu keruh.

Namun walau keruh, air itu tetap manis jika ada cukup gula.

Aku belum pernah merasakan butiran gula yang abadi. Tapi aku tahu, ada butiran gula yang selalu murni dan secara teguh dituangkan mengisi bejana.

Cinta yang ibarat gula murni itu adalah cinta ayah dan ibuku.

Dosa dan salahku pada mereka tak terkira jumlahnya, tetapi sampai saat ini, merekalah yang selalu ada disaat tak ada cinta lain yang aku rasakan.

Lalu, ada gula yang lain lagi, yang seolah bentuknya cair, bening, dan larut dengan air.

Cinta yang ibarat gula cair itu adalah cintaNya.

"Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?"

Dosaku padaNya sudah demikian menggunung.. Namun rahmatNya demikian luas.

Setiap sel-sel tubuh ini tetap hidup karena ada cintaNya. Bumi yang indah beserta isinya, ada karena cintaNya.

CintaNya mengalir seiring berjalannya waktu, bahkan karena seringnya, manusia lupa ada cintaNya.

Padahal tiap detik, nafas ini mungkin tak ada jika tak ada nikmat dariNya.

Rabbighfirli,
wa liwaa lidayya,
warhamhuma kamaa rabbayaani saghiiraan.

No comments:

Post a Comment

 
;