Wednesday, January 5, 2011

Transitional State

Dulu...

Saya hidup di wilayah persaingan ketat, primitif. Olimpiade fisika, keorganisasian, debat, dan karya tulis, dulu begitu senang rasanya, dan mudah.

Tapi, kini...

Start from zero, bergaul di lingkungan yang belum pernah disinggahi sebelumnya, asing, dan berbeda. Hidup terbuka, gaya bicara 'gue loe', gaya hidup kota, polusi, jauh dari orang tua, jauh dari mana-mana (Jakarta), keras lingkungannya..

Saya dulu hidup di wilayah sains, dan kini hidup di wilayah non-sains. Olimpiade fisika lawan paduan suara, gimana coba?

Paramadina, kini adalah lingkungan hidup saya. Di sana, orang begitu bebas menyampaikan sikap. Unit kegiatan yang ada di sana lebih ke menuju ke sosial dan seni: teater, tari, bahasa, paduan suara, capoeira, diskusi budaya, well..

Saat ada peringatan, entah hari apapun itu, paramadina merayakannya tidak dengan MC berbusana rapi atau berkebaya, namun dengan baju dandanan nyentrik sambil berpuisi. It's a shock.

What should I do?

Apa yang ALLAH rencanakan untuk saya?

Tentu, ada...

Sebenarnya, mana yang lebih mudah ditangani, masalah sains atau sosial? Jawabannya adalah masalah sains.

Di sains, semuanya jelas, berapa besar gravitasi bumi, diameter bumi, jarak bumi ke matahari, berat air setiap 1 meter kubik, nomor atom natrium...

Sedangkan, di sosial, semuanya serba abstrak. Tak ada kepastian. Semua berada dalam pernyataan kemungkinan dan probabilitas. Berapa jumlah orang baik setiap 10 orang? Tidak ada yang bisa jawab. Bahkan, apa itu orang baik? itu relatif.

Saat suatu wadah bocor dengan diameter kebolongan tertentu, saintis tinggal mencari perangkat untuk menutup lubang itu. Tapi, kebocoran sosial? Siapa yang bisa menambalnya?

Masalah sains yang berdampak besar apa misalnya? Pengembangan nuklir, global warming, rata-rata dampak efeknya baru akan benar-benar terasa puluhan tahun ke depan, bahkan lebih. Namun, ketika ada sedikit masalah sosial, pencurian, kekerasan, orang tidak perlu menunggu sekian tahun. Saat itu juga akan terasa.

Hai Imam, kini kamu diajari untuk menyikapi sesuatu lewat perasaan dan toleransi, tidak dengan pertimbangan ilmiah yang berlebihan. Kadang teori ilmiah, lebih terasa seperti dengungan nyamuk di masyarakat jika tak ada implementasinya.

Memang benar. Saya hidup nanti di masyarakat, tidak di dalam operating system komputer.

Ya, sudahlah. Mari menunggu hasil transisi ini.

No comments:

Post a Comment

 
;